Cinta Mas Menteri
Malam ini saya tergerak untuk membagikan pidato
mas menteri pada saat menerima laporan PISA (Programme for International
Student Assesment) untuk Indonesia tahun 2018 dari OECD (The Organisation for
Economic Co-operation and Development). Acara ini berlangsung di gedung
Kemdikbud hari Selasa, 03 Desember 2019.
Pidato mas menteri yang kurang lebih 15 menit
ini sarat dengan istilah asing (English). Suka juga mendengarnya karena
semangat muda dan aura cerdasnya jadi terpancar. So, saya kira
boleh lah kita panggil beliau -mas menteri- untuk menghargai his youth dan
supaya akrab gitu.
Mas Menteri Nadiem Anwar Makarim |
Mas menteri menyampaikan bahwa apa yang
dilakukan PISA adalah sebuah perspective bukan hanya untuk mengukur melainkan
memperbaiki apa yang tanpa sadar kita lakukan. Perumpamaan yang dibuat mas
menteri adalah ketika seorang guru dari mapel lain masuk ke kelas kita dan
melakukan observasi. Mas menteri bilang menurut bahasa beliau perspective
ini beliau sebut cara belajar. Kalau menurut apa yang biasa kita
lakukan, perspektif ini saya sebut SUPERVISI.
Ada beberapa hal yang dinilai baik oleh PISA
seperti achievement akses sekolah. Bahwa para orangtua
berhasil mengirimkan anak-anaknya untuk bersekolah. Namun mas menteri menilai
yang baik dibuat sebagai catatan dan yang kurang baik justru harus di-address (*ditandai - terjemahan
bebas) di semua jenjang (Kepala Sekolah disebutkan juga disini). Tidak
perlu menutupi kekurangan dan dipaksakan menjadi baik tapi sesuatu yang kurang
baik tadi harus diperbaiki. Saya kok jadi ingat casing HP
bagus yang isinya rekondisi, ya?
Ada beberapa hal yang di-address dalam
pidato mas menteri sebagai sesuatu yang kurang dan perlu diperbaiki adalah:
- Bullying
- Tingkat
ketabahan pelajar Indonesia
- Growth
mindset
- Akses
teknologi bagi guru
- Belajar
mencintai
- Literasi
Masalah Bullying menjadi
perhatian mas menteri karena dinilai sebagai kelemahan pendidikan kita dalam
menanamkan karakter. Namun yang menarik dari sisi ketabahan, pelajar Indonesia
disurvei memiliki ketabahan tingkat dewa. Artinya mungkin saja pelajar ini
walaupun merasa dibully di sekolah tapi tetap tabah dalam menghadapinya. Jika
saja growth mindset atau cara pandang terhadap diri sendiri
atau lebih mudah disebut rasa percaya diri pelajar Indonesia tinggi, mereka
selain tabah juga dapat mengabaikan bullying. Sayangnya growth mindset pelajar
Indonesia masih rendah, pantas saja mereka selalu merasa di bully.
Duh mas menteri, dahi saya mulai berkerenyit
dengan istilah-istilahmu. Tapi ngga apa, sebagai guru saya (harus) suka
belajar. *buka kamus.
Mengenai akses teknologi bagi guru, bukan
sekedar diartikan sebagai piawai dalam mengoperasikan gawai saja, melainkan
memanfaatkan berbagai akses informasi untuk menjawab rasa ingin tahu dan
memperdalam materi pembelajaran. Kalau guru sudah dapat memanfaatkan ini akan
lebih mudah dalam menemukan cara-cara belajar yang menarik bagi murid-muridnya.
Kira-kira begitu harapan mas menteri, literasi digital yang sebenar-benarnya.
Lebih jauh mas menteri meminta guru untuk
berhenti memaksakan sesuatu yang menurut mereka baik untuk murid-muridnya.
Sebaliknya guru harus mendukung apapun yang dicintai murid-muridnya. mas
menteri percaya apabila sudah merasa cinta, apapun akan dilakukan. Kalau boleh
secara bebas akan saya terjemahkan menjadi seharusnya seorang guru harus dapat mengarahkan
murid-muridnya yang seringkali tidak menyadari bakat dan kemampuan yang mereka
miliki. Peran guru BK sebagai penemu bakat, walikelas bersinergi dengan orangtua
yang mengarahkan dan guru mapel yang selanjutnya mengembangkan kemampuan yang
dimiliki sang murid. Dari 13 mata pelajaran di SMP paling tidak pasti ada 1
bidang yang diminati. Bahwa cinta itu ditumbuhkan bukan dipaksakan.
Untuk masalah literasi atau kemampuan membaca,
seperti tahun-tahun sebelumnya, Indonesia masih menempati ranking terbawah
dibandingkan dengan negara-negara lain bahkan di Asia. Mengenai masalah ini mas
menteri mengajak para orangtua untuk mefasilitasi anak-anak dalam membaca buku.
Menyediakan bahan-bahan bacaan yang memadai di rumah, mengajak anak membaca
buku walaupun belum bisa membaca, merupakan saran yang diberikan mas menteri
untuk para orantua di rumah. Pesan beliau yang lain untuk para orangtua adalah
bersama-sama dalam mendidik anak bukan lagi ibu bagian mendidik dan ayah bagian
mencari nafkah saja. Untuk hal ini saya love you 3000 mas
menteri.
Terakhir mas menteri menyampaikan bahwa guru
akhirnya akan menjadi orangtua di ruang-ruang kelas. Guru yang MENDIDIK bukan
MENGAJAR. Terimakasih mas menteri untuk pelajaran cintanya.
link:
Sumber gambar:
https://akcdn.detik.net.id/community/media/visual/2019/12/04/70967ba3-b9f8-4c65-9bcf-0df9d6aa5140_169.jpeg?w=780&q=90
Comments