PLH...Integrated or Monolitik?

Dalam tahun pelajaran ini di sekolah kami terdapat mata pelajaran (yang menurut saya) baru, yaitu PLH (Pendidikan Lingkungan Hidup). Saya katakan baru karena pada saat workshop pembuatan Perangkat Pembelajaran di awal tahun pelajaran tidak dikenalkan apalagi direncanakan untuk dimunculkan dalam program kurikulum.
Ternyata dari informasi yang saya peroleh, pengenalan pengetahuan lingkungan hidup dengan cara memasukkan materi tentang lingkungan telah tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 008C/U/1975 yang menetapkan bahwa Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH) mulai diterapkan di Sekolah Dasar (SD). Penerapannya sendiri terintegrasi dengan mata pelajaran lain dalam arti dalam setiap mata pelajaran 'diselipkan' kesadaran tentang lingkungan hidup.
Dalam perjalanannya pada tahun 2005 kesepakatan antara Departemen Kementrian Lingkungan HIdup dan Departemen Pendidikan Nasional kemudian diperbaharui. Pelaksanaannya sendiri (dari Kompas, Senin 06 Juni 2005) menurut Deputi Bidang Kebijakan dan Kelembagaan Menneg-LH Hoetomo, bahan dasar yang disiapkan pihaknya akan ditindaklanjuti secara teknis oleh Depdiknas. "Gambarannya, materi PLH itu tidak berdiri sendiri tetapi terintegrasi dalam kurikulum yang sudah ada. Secara teknis, konsep-konsep yang ada akan diterjemahkan tim kerja sebelum disosialisasikan," ujarnya.
Secara jelas dan gamblang pemaparan tentang apa dan bagaimana sampai PLH bisa masuk ke dalam kurikulum sekolah saya temukan dalam http://timpakul.hijaubiru.org/plh-4.html. Ketika dalam tulisannya menyebutkan bahwa akankah PLH kemudian menjadi "pembebanan baru bagi generasi mendatang", saya kembali teringat akan munculnya 'mata pelajaran' baru di sekolah tadi.
Selain tidak adanya rencana di awal tahun pelajaran tentang mata pelajaran PLH yang dijadikan monolitik, untuk menghindari pembebanan baru untuk siswa (baca:merombak jadwal yang sudah ada), pihak kurikulum menempatkan mata pelajaran PLH berdampingan dengan (baca:menggantikan) waktu konseling BK sebanyak 2 jam pelajaran per minggunya (termasuk guru BK berganti baju menjadi guru PLH).
Menjadikan PLH sebuah mata pelajaran merupakan perlawanan terhadap usaha pengintegrasian PLH ke dalam mata pelajaran yang mengandung unsur alam dan kependudukan seperti geografi dan biologi. Di saat pelajaran yang bersifat tematik dan pengintegrasian berbagai matpel, mata pelajaran PLH menjadi beban baru dengan menumpang nindih matpel lain. Paling tidak pengasuh matpel PLH yang akhirnya harus mencari cara sedemikian rupa untuk menjadikannya 'lain dari yang lain'. Salah satu langkahnya dengan memperbanyak terjun ke lapangan, misalnya dengan melakukan operasi semut, melihat secara langsung upaya penyelamatan lingkungan yang dilakukan masyarakat, menganalisa bencana dan lain-lain.
Jadi apakah PLH akan dibuat monolitik atau Integrated? kembali kepada pilihan tiap sekolah dan pihak diatasnya untuk menyerahkan secara penuh hak otonomi sekolah. Yang pasti PLH bukan sesuatu yang perlu dipelajari melainkan sesuatu yang perlu ditanamkan dalam hati dan dilaksanakan dengan kesadaran yang tinggi. Jadi, yang terpenting disini adalah bagaimana guru (mata pelajaran apapun itu) dapat menanamkan kesadaran akan lingkungan terhadap anak didiknya...

Comments

Popular Posts