Best of The Best Practice

Selama kurang lebih 16 tahun masuk ke dunia pendidikan, akhirnya di awal tahun 2020 saya harus kembali berganti mata pelajaran yang diampu. Di awal karena bukan lulusan kependidikan, jurusan administrasi negara semasa kuliah diterjemahkan menjadi boleh mengajar mata pelajaran IPS atau PKn. Namun selama menjadi guru honor hanya sekitar 2 tahun saya merasakan menjadi guru IPS setelah sebelumnya bekerja di perpustakaan sebagai tenaga administrasi, lalu menjadi guru TIK (Teknologi dan Informasi Komputer) lalu menjadi guru Prakarya di kurikulum 2013.

Karena resmi sejak 2014 saya menjadi pegawai pemerintah, ada beberapa hak dan kewajiban yang harus saya ikuti tahun 2020 ini saya diharuskan untuk mengampu mata pelajaran yang linier dengan jurusan di masa kuliah. Rupanya hanya mapel PKn yang dinyatakan linier dan mulailah perburuan saya untuk mencari sekolah yang membutuhkan guru PKn karena di sekolah tempat saya mengajar sudah memiliki cukup guru PKn.

Bersyukur karena proses perpindahannya tidak membutuhkan waktu yang lama. Yang agak sulit justru penyesuaian saya dengan mata pelajaran yang inti keilmuannya saya pelajari ketika kuliah dulu. Pendidikan kewarganegaraan yang sarat nilai dan berupaya menanamkan karakter peserta didik yang menurut saya tidak mudah.

Tidak mudah karena secara teori nilai-nilai pendidikan kewarganegaraan dalam prakteknya sering dipengaruhi oleh faktor politik, sehingga ilmu yang seharusnya bebas nilai, dalam hal ini sangat sarat nilai. Banyak teori yang tidak cocok diterapkan di lapangan karena politik adalah wilayah abu-abu. Akhirnya dalam memandang ilmu ini kadang terbawa abu-abu. Setiap masalah tidak selalu salah tapi belum tentu benar tergantung dari sudut pandang mana kita melihat sebuah masalah itu sendiri.

Baru sekitar 2 bulan dan materi yang tersampaikan baru 2 bab dari 3 bab yang seharusnya di semester genap, lalu terjadilah pandemi yang menjadikan pembelajaran berlangsung secara daring. Lalu datang tantangan lomba dari P4TK PKn dan IPS untuk membuat tulisan Best Practice yang waktu pembuatannya tak kurang dari seminggu. Tema yang diangkat adalah "Membumikan Nilai Pancasila Melalui Praktik Terbaik Guru SMP/MTs."
Saya tidak berniat untuk ikut karena saya merasa sangat miskin pengalaman dalam mengampu pelajaran PKn, belum lagi metode yang saya gunakan rasanya juga tidak istimewa. Namun ketika diberi tantangan oleh Kepala  Sekolah tempat saya mengajar (yang kebetulan pernah menjadi guru saya semasa SMP) untuk ikut serta rasanya jadi semangat. Jadilah dalam batas waktu 3 hari sebelum pengumpulan, sebuah laporan best practice dibuat.



Sesuai prediksi, karena banyak kekurangan dalam penulisan, naskah best practice saya belum berhasil menang.  Paling tidak saya punya pengalaman menulis best practice dalam 3 hari dan para peserta terpilih diundang webinar untuk mendengarkan paparan peserta yang menang. Ada 200 peserta webinar yang terbagi kedalam 2 sesi. Dalam kesempatan webinar dengan peserta dari seluruh Indonesia kemarin (08/07/2020), kami mendengarkan paparan 4 peserta dari Aceh, Indralaya Utara - Palembang, Cilegon dan Sukabumi.

Karya-karya yang disampaikan luar biasa dalam upaya menanamkan karakter peserta didik yang sampai saat ini hanya bisa dinilai melalui observasi atau pengamatan sikap yang ditunjukkan peserta didik atau melalui skala sikap. Penilaian observasi biasanya terkendala dengan sisi objectivitas penilainya. Jika ada sedikit saja perasaan tidak suka akan sangat pbesar pengaruhnya terhadap hasil penilaian. Begitu juga skala sikap sangat dipengaruhi kejujuran bukan mencari jawaban yang paling benar sementara kebiasaan kita adalah mencari jawaban yang paling benar dan paling besar nilainya.

Untuk masalah penilaian karakter ini mungkin akan saya bahas lain kali. Yang ingin saya sampaikan kali ini adalah hasil pengamatan saya terhadap hal-hal yang sekiranya dapat membuat juri lomba karya ilmiah khususnya best practice. Pengamatan ini berdasar pada kesamaan yang dimiliki dari keempat peserta yang karyanya menang. Peserta pertama Ibu Tetty Endriyani, S.Pd (IPS) dengan judul "Menggunakan Media Mantel  HKN Sebagai Apersepsi Dalam Pembelajaran IPS Kelas VIII Pada Materi Pajak di SMP Negeri 3 Gunung Meriah Kabupaten Aceh Singkil." Peserta kedua Bpk. Husnil Kirom, S.Pd, M.Pd (PKn) dengan judul "Pembelajaran Blended Dengan Strategi Tandur Untuk Menanamkan Nilai Gotong Royong dan EkoliterasiH3s Siswa di SMP Negeri 1 Indralaya Utara." Peserta ketiga Bpk. Dian Sudiono, M. Pd (PKn) dengan judul "Penggunaan Kartu Kwartet PPKn Sebagai Media Pembelajarandalam Menanamkan Nilai-nilai Pancasila." Terakhir peserta keempat Ibu Maulina Ismaya Dewi, S.Pd (IPS) dengan judul "Membangun Karakter Siswa Melalui Review Komik Pendidikan Berbantuan Video Presentasi IPS dan Aplikasi Text To Speech."

  1. Judul yang menarik dan lengkap. Judul dua dari keempat peserta mengandung akronim yang menarik. Peserta pertama dengan akronim Mantel HKN yang berarti permainan tabel hak dan kewajiban, peserta kedua dengan Tandur dan H3s kepanjangan dari Tumbuhkan, Amati, Namai, Demonstrasikan, Ulangi, Rayakan, dan Head, Heart, Hand, Spirit. 
  2. Menggunakan media pembelajaran yang menarik. Dua peserta lain menyajikan media pembelajaran kartu kwartet dan video buatan sendiri di channel youtube dan pembuatan komik untuk mengupayakan minat belajar peserta didik. Media pembelajaran ini kemungkinan besar diterjemahkan sebagai upaya guru dalam membuat kelas menjadi aktif dan menarik peserta didik untuk belajar sehingga tujuan pembelajaran tercapai.
  3. Karya ilmiah best practice saya amati akhirnya menggabungkan Penelitian Tinjauan Kelas (PTK) dan Inobel (Inovasi Belajar). Dari keempat peserta semuanya memaparkan secara rinci permasalahan, dasar teori, penyelesaian masalah, dokumentasi dan ada inovasi atau pembaruan dalam pembelajaran.
Paling tidak itu 3 hal yang saya amati dimiliki setiap peserta yang menang. Selain dari ilmu tentang dasar teori dari moderator widya iswara pak Prayogo Kusumaryoko, S.Pd, M. Hum bahwa apabila teori yang sifatnya grand theory atau teori utama yang belum ada teori lain yang mematahkan, boleh dijadikan dasar tak terbatas tahun. Sementara apabila teori yang sifatnya umum paling tidak bisa diambil dalam rentang waktu 5-8 tahun. Hal lain yang disampaikan tentang landasan teori ini adalah untuk memanfaatkan jurnal-jurnal penelitian sebagai referensi karena sifatnya yang lengkap merupakan sebuah pembuktian teori dari hasil penelitian.

Harapan saya semoga ilmu yang saya dapat kali ini dapat menjadikan saya pendidik yang lebih baik dan siapa tahu selanjutnya karya saya bisa juga mendapat kesempatan untuk dipaparkan di hadapan guru seluruh Indonesia, Aamiin.

Comments

Popular Posts