Negeri Gurindam 12, Keliling Pulau.

Pagi menyapa dengan segar. Dari kejauhan terdengar sesekali debur ombak. Matahari masih malu-malu mulai muncul dari Timur. Hari ini rencana kami akan mengunjungi pulau Penyengat yang dapat ditempuh dengan kapal kecil dari Tanjung Pinang.

Setelah sarapan, jam 9 pagi transportasi yang akan membawa kami ke Tanjung Pinang sudah siap. Kami memilih untuk menyewa mobil lepas kunci alias bisa bawa sendiri. Beruntung ayah blogger punya kenalan yang bisa menghubungkan ke tempat persewaan mobil sehingga mendapat harga yang sangat bersahabat. Kami berkendara melalui jalan yang kemarin kami lalui. Jalan yang lurus-lurus saja ditambah dengan papan penunjuk jalan yang jelas menjadikan perjalanan kami menuju Tanjung Pinang lancar.

Tujuan pertama kami di Tanjung Pinang tentu saja ke pelabuhan Penyengat. Pelabuhannya berdampingan namun melalui jalan yang berbeda dengan Pelabuhan Sri Bintang Pura tempat kapal tujuan Singapura dan Batam bersandar. Kami menggunakan kapal yang dinamakan Pompong dengan tarif 7k sekali jalan. Namun apabila kita sewa satu pompong bertarif 200k pulang pergi. Dengan alasan waktu kami segera berangkat dengan menyewa satu pompong. Tujuan kami di pulau penyengat adalah Mesjid Raya Sultan Riau. Konon mesjid ini dibangun menggunakan campuran putih telur. Namun yang kami temukan disana ternyata bukan hanya itu.

Hanya sekitar 15 menit perjalanan pompong dari pelabuhan tanjung pinang ke pulau penyengat. Sejak tahun 1995 pulau Penyengat dijadikan situs warisan dunia oleh UNESCO. Walaupun kecil, Pulau Penyengat punya peran besar terhadap lalu lintas laut perdagangan pada masa lu, sehingga dijadikan pusat pemerintahan kerajaan Riau. Oleh karena itu di pulau ini terdapat kompleks pemakaman raja-raja dan keturunannya. Yang lain adalah bangunan istana kantor tempat tinggal Raja yang juga dijadikan kantor.

Berhubung waktu dzuhur masih cukup lama, kami berkeliling pulau dengan menggunakan bentor (becak motor) yang dikelola oleh masyarakat setempat. Yang kami kunjungi adalah kompleks pemakaman raja-raja dan keluarganya serta bangunan istana kantor. Sambil mengendarai bentor, pengemudinya sekaligus bertindak sebagai pemandu wisata. Pulau penyengat dulunya adalah mas kawin Sultan Mahmud Marhum Besar, penguasa Johor untuk mempersunting Engku Putri Raja Hamidah salah satu putri dari Raja Ali Haji. Makam Engku Putri mendiami kompleks khusus dan berada terpisah dari makam yang lain. Di kompleks makam tersebut juga terdapat makam Raja Haji Sastrawan yang membuat karya puisi terkenal yaitu Gurindam 12. Isi guridam 12 ternoktah diatas batu marmer dan dilekatkan di sepanjang tembok makam Engku Putri. Saat masuk ke kompleks pemakaman, juru kunci makam Engku Putri dengan tepat menebak:" Ibu ini BuGuru ya?" karena saat masuk saya langsung tanya:"Coba bang, sebut satu aja gurindam yang abang hapal... " :D

Kemudian berkeliling lagi ke kompleks makam yag lain dan menyempatkan diri berfoto di istana kantor. Tak sampai 15 menit berkeliling kami kembali ke mesjid Raya Sultan Riau yang berdampingan dengan dermaga penyengat tepat saat adzan dzhuhur.

Setelah dzuhur dan mengabadikan beberapa gambar kami kembali ke Tanjung Pinang, Bintan. Saat mencari tempat parkir kami sempat berputar-putar dan melihat satu monumen berbentuk hewan gonggong yang masih tampak baru. Beruntung lagi, kami diajak mengitari Tanjung Pinang oleh orang yang sudah sekitar 8 tahun tinggal disana. Sepertinya banyak orang yang mencari peruntungan di Bintan sehingga membuat heterogen masyarakatnya.

Pertama kami diajak ke ruah makan khas Melayu yang masakannya berasa makan di rumah. Berbagai masakan terhidang seperti prasmanan, kita tinggal memilih apa yang mau kita makan. Nama rumah makannya Singgah Selalu, dan kalau ke Tanjung Pinang lagi kami akan singgah lagi disana karena makanannya sangat cocok bagi lidah semua orang. Di rumah makan ini pula saya kenal istilah untuk minuman teh di Bitan. Teh tawar disebut teh kosong, teh manis hangat disebut teh O, untuk teh manis dingin dengan es disebut teh obeng! Saya pesan teh kosong saja :).  Selesai makan kami dibawa ke rumah makan Ica di Dompak. Dompak ternyata pulau kecil yang disebrangi dengan jembatan. Di RM Ica yang menawarkan menu seafood, kami mencicipi makanan khas Tanjung Pinang lainnya yaitu gonggong. Gonggong (Laevistrombus canaris) adalah sejenis siput laut khas Tanjung Pinang yang memiliki daging gurih dan lembut. Dengan hanya direbus dan dimakan dengan sambal, rasa gonggong ini skala 1-10 nilainya 9!

Saat Ashar kami tunaikan di Mesjid Agung yang sekompleks dengan kantor Gubernur masih di pulau yang sama, Dompak. Tampak sedang dibangun jembatan yang langsung menghubungkan kota Tanjung Pinang dengan kompleks Kantor Gubernur.  Diperkirakan beberapa bulan lagi akan rampung. Pembangunan memang tampak dimana-mana.

Tujuan akhir setelah Dompak adalah monumen/gedung Gonggong yang kami lihat sebelum ke Penyengat. Ternyata memang monumen ini baru diresmikan beberapa minggu yang lalu (29/10/2016) dan berupa taman dengan berbagai macam fungsi. Tempat bermain anak, olahraga street gym atau hanya untuk sekedar bersantai. Bangunan gonggongnya sendiri adalah berupa gedung serbaguna dengan 2 lantai yang bisa dimanfaatkan untuk kegiatan apa saja. Tempatnya yang tepat di bibir pantai memiliki pemandangan langsung ke laut dan letaknya yang disamping pelabuhan memungkinkan wisatawan yang masuk melalui pelabuhan Tanjung Pinang dengan mudah melihat ikon ini. Setelah puas berfoto kami siap kembali ke Lagoi.



Comments

Popular Posts