Saya Berbohong Untuk Belajar Kejujuran (Reunion Day).

There's always something in reunion..nope.. I don't think so... there's many! Masuk SD 32 tahun yang lalu -ya ampyuunn lama banget!-. Lulus 6 tahun  kemudian, lalu mulai berganti teman,  ganti hobi, ganti kebiasaan, ganti apa lagi?? Karena 6 tahun lamanya di SD -beruntung juga saya ga termasuk anak yang harus pindah-pindah sekolah-, teman-teman SD punya keistimewaan sendiri buat saya, hampir semua nama lengkapnya hafal!

still remember this moment
Jaman SD yang paling kita ingat biasanya makanan apa yang kita suka, permainan yang sering kita mainkan, dan guru favorit. Guru galak yang bikin takut? Not here... saya beruntung di sekolah saya guru-gurunya sudah modern sejak dulu. Mereka hanya akan "galak" saat kita berbuat salah. Student centre dengan mendorong anak untuk mengemukakan pendapat. Di kelas mereka mengajar dengan penuh perhatian. Semua guru terlihat "kompak". Dalam testimoni guru di acara reuni tadi, betul dugaan saya bahwa kebaikan yang saya terima dari guru-guru ketika SD dulu  berasal dari kekuatan pimpinan atau Kepala Sekolah.



Ibu Dra. Hj. Enah Suhaenah (almh), beliau adalah Kepala Sekolah yang memimpin semasa saya SD (dan beliau tetap di sekolah yang sama sampai tahun 1990). Beliau seorang pemimpin yang tegas (begitu diantaranya testimoni guru yang disampaikan), penuh perhatian, dan disiplin. Jika saya gambarkan mungkin sosoknya terlihat galak dan tangguh, tapi dengan senyum yang selalu menghias bibirnya setiap pagi, sosoknya berubah menjadi seorang ibu yang ramah yang menyambut anak-anaknya datang ke kelas-kelas. Yup, bu Enah tiap pagi berdiri di depan ruang kerjanya memberi kesempatan pada kami, murid-muridnya untuk besalaman dan mengucapkan "selamat pagi". Sosok yang selalu dinanti setiap murid-muridnya untuk disalami. Pengalaman yang paling berkesan adalah bersalaman dengan beliau di tanggal 10 Oktober, saat saya kemudian bilang "Selamat Ulang Tahun, Ibu", sehari setelah ulang tahun saya.

Buat saya, bersalaman dengannya setiap pagi adalah awal buat menghormati guru dan senyumnya memberi semangat saya untuk masuk kelas dan belajar bersamanya. Lebay? ngga juga, sebab saya pernah merasa paling disayang oleh beliau karena setiap hari (di kelas 1) nama saya selalu terpampang di papan tulis untuk dibaca; "Selly main lompat tali". Ternyata yang beliau lakukan bukan semata lebih menyayangi saya dibandingkan siswa lain di kelasnya. Dalam satu kesempatan reuni (semasa saya kuliah) beliau berkata: "ada satu anak yang belum bisa membaca, sehingga setiap hari Ibu selalu menulis namanya di papan tulis: "Selly main lompat tali'"... oh my... =))=))

Begitulah beliau memotivasi murid-muridnya (sampai saya hapal betul bentuk tulisan nya bentuk sambung dan tipis tebal). Beliau juga sangat peduli lingkungan. Walaupun saat itu belum menggaung "go green" seperti belakangan ini, beliau mendidik dengan membiasakan sesuatu yang sederhana tapi berarti : "Buanglah sampah pada tempatnya!". Pernyataan ini selalu beliau sampaikan saat memberi wejangan dalam upacara hari Senin, atau setiap jam istirahat. Pada saat jam istirahat jam 9 pagi, biasanya beliau berkeliling lapangan melihat kami yang sedang bermain atau bercakap dengan mereka yang duduk-duduk sambil makan bekal. Saat itulah beliau selalu mengingatkan.."Buanglah sampah pada tempatnya!"

Karena ucapan sederhana itu, sampai hari ini hampir tidak pernah saya buang sampah sembarangan. Saya lebih rela mengotori tas (sementara) daripada harus membuang apa yang sudah kita pakai/makan isinya di sembarang tempat.

Saat hepatitis kini mulai dikhawatirkan menjangkiti anak-anak karena jajanan mereka yang kurang terjamin kebersihannya, Bu Enah sejak dulu sudah memberlakukan tidak boleh jajan di luar area sekolah. Saking takutnya, kejadian saya jajan diluar saat SD mungkin bisa dihitung dengan jari. Pengawasan oleh teman sebaya juga dilakukan dengan menugaskan beberapa murid yang dipercaya untuk ikut mencatat siapa saja yang jajan diluar (akhirnya semua anak ikut mengawasi dan melaporkan jika ada yang ketauan jajan diluar).

Hal lain adalah tentang mencontek. Beliau paling tidak suka apabila menemukan muridnya mencontek (rasanya mencontek saat itu adalah barang langka). Kami belajar untuk menghargai diri sendiri dengan kejujuran. Saking jujurnya, tas koper yang dulu sangat populer bisa naik ke meja jadi pembatas untuk menghalangi jawaban ulangan!

Tas segede ini sering nangkring di atas meja saat ulangan.
Dedikasinya untuk pendidikan sangat tinggi. Beliau ikut membantu pendirian sebuah sekolah swasta di masa pensiunnya. Sampai saat ini sekolahnya berjalan dengan sangat baik masih dengan semangat mendidik yang dilanjutkan oleh para penerusnya.

Semua kebaikan yang saya pelajari dari beliau (dan guru-guru dibawah kepemimpinan beliau), dimulai dengan sebuah kebohongan. Awal tahun pelajaran 1979-1980 yang dimundurkan membuat para orangtua resah. Anaknya yang sudah di TK selama satu tahun setengah mungkin sudah tak sabar untuk masuk SD. Begitu juga dengan sekolah TK yang (rencananya) akan jadi sekolah saya. Formulirnya sudah habis! jadilah saya gagal masuk TK. Lalu Uwa saya yang kebetulah ber karib dengan Ibu Enah mengusulkan saya untuk didaftarkan hari itu juga. Saat wawancara (dimana banyak orangtua lain mengintip ke ruangan tempat saya diwawancarai) sampai pada pertanyaan "Berapa umurnya, Selly?". Langsung saya yang jujur dan lugu (deuuh...) yang sebelumnya sangat ditekankan untuk mengatakan berumur 6 (padahal masih 5 setengah) ragu setengah mati. "Kenapa saya harus berbohong??" saya berkata dalam hati sambil mengeluarkan 5 jari. "Umurmu 5 tahun??!" Bu Enah bertanya dengan tegas. Langsung saya naikkan lagi satu jari sebagai tambahan. Namun yang tidak bisa dibohongi adalah 'test sentuh kuping'. Seberapa kuat pun saya berusaha jari-jari tangan saya yang melewati kepala pada waktu itu tetap tidak bisa menyentuh telinga bahkan ujungnya sekalipun! Jadilah saya siswa titipan yang "teu kedah naek ka kelas 2 taun payun ge teu sawios" (ga usah naik ke kelas 2 tahun depan juga, tidak apa-apa), begitu kata Uwa saya. ;))

Di bawah bimbingannya rencana tinggal kelasnya rupanya tidak terjadi. Begitu keras usaha Bu Enah untuk membuat saya bisa mengejar ketinggalan dengan teman-teman sekelas yang rata-rata sudah bisa membaca. Satu-satunya kebohongan yang saya syukuri sampai sekarang. Karena kebohongan itu saya kemudian belajar kejujuran, disiplin, dedikasi, hidup bersih dan cinta lingkungan sekaligus.
Terima kasih Ibu... dan terima kasih Bapak Ibu Guru, especially for teman-teman, yang hari ini membangkitkan kembali kenangan tentang beliau...

CHEERS!!



link: http://peristiwanasional.wordpress.com/2011/09/05/dimana-daoed-joesoef-menyandung-pengunduran-tahun-ajaran-baru/ ; kaskus


Comments

Aneka Jualan said…
Inget gw sekarang saat bu enah pernah menyanyikan lagu tentang kebersihan "Jagalah kebersihan di lingkungan... sampah di rumah mu sampah, di halaman, sapu dan bersihkan buang di tempatnya..." lagu ini beliau sering nyanyikan pada saat upacara hari senin.

Popular Posts