Belajar jadi Guru dari Pak Menteri.




25 November 2019, HUT PGRI ke-74 yang juga diperingati sebagai Hari Guru. Kali ini terasa  agak berbeda dengan datangnya Nadiem Makarim sebagai Menteri Pendidikan yang baru. Banyak harapan yang tersampir dari sosok muda ini yang dianggap bakal memberi angin segar bagi dunia pendidikan di Indonesia.

Di kalangan guru beliau disambut dengan serangkaian harapan membuat perubahan yang berfokus pada peningkatan kualitas pendidikan Indonesia. Sejumlah guru bahkan membukukan kumpulan artikel yang menegaskan harapan-harapan mereka. 

Guru selama ini berkutat dengan sejumlah pekerjaan dengan tuntutan demi peningkatan kualitas tenaga pendidik itu sendiri. Perjuangan memenuhi tuntutan itu tidak main-main. Mereka melalui serangkaian pelatihan dilanjutkan dengan kegiatan supervisi, mempelajari hal-hal yang berkenaan dengan teknologi dalam pembuatan penilaian, mencari model-model pembelajaran yang menarik, membuat best practice, mengupayakan karakter baik peserta didik yang datang dari berbagai latar belakang keluarga, belum lagi ketakutan akan tuntutan orangtua yang tidak puas. 

Tak lama Nadiem menjadi menteri, tibalah hari guru nasional. Lalu muncul pidato beliau yang tersebar di semua konten dunia maya. Ada 2 halaman yang isinya singkat, padat, jelas. Barangkali cocok dengan semangat muda beliau yang tidak ingin mengumbar sebuah retorika melainkan merangkul guru dengan pernyataan bahwa beliau memahami beban berat pekerjaan guru. 

Salah satu beban diterjemahkan sebagai pembuatan RPP. Tentang RPP ini bukan hal baru yang dianggap sebagai beban administrasi guru. Sebetulnya, RPP hanya menjadi salah satu bagian dari buku kerja guru yang wajib disiapkan di awal tahun ajaran baru. Buku kerja guru terdiri dari 2 bagian. 

Buku 1 berisi : 
  1. SKL (Standar Kelulusan)
  2. Silabus
  3. RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran)
  4. KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal). 

Buku 2 terdiri dari:
  1. Kode etik Guru
  2. Ikrar Guru
  3. Tata Tertib Guru
  4. Pembiasaan Guru. 

Sebagian menyatakan RPP mudah karena banyak penerbit yang menyediakan format RPP yang sudah jadi tinggal mengganti identitas sekolah dll. Jika sebagian besar guru melakukan ini sebatas memenuhi tuntutan administrasi karena yang terjadi di ruang-ruang kelas adalah kemampuan guru dalam mengelola kelas sesuai pengalaman dan keahliannya. Bagi mereka yang ingin benar-benar membuat RPP sesuai dengan yang akan dilakukan memerlukan waktu yang tidak sedikit. Kenyataannya ketika RPP selesai dibuat dan di print menjadi buku kerja ada saja tambahan konten seperti harus memasukkan aspek karakter lalu mencirikan anti korupsi dan seterusnya, seolah guru tidak dipercaya akan memberikan nilai-nilai karkter yang baik.

Rasanya ingin membuat surat terbuka buat pak menteri, namun sifat guru yang harus memiliki karakter baik, tidak memberontak, tidak protes, tidak berpendapat, akhirnya memunculkan sikap nrimo saja segala keputusan yang diberlakukan dari atas. 

Banyak teman guru honorer belum diperhatikan nasibnya, protes dan mogok kerja seolah berujung pada penghasilan berkurang, rasa kasihan terhadap anak didik yang terabaikan belum lagi ketakutan kehilangan pekerjaan, membuat mogok kerja guru tidak pernah berlangsung lama. P3K yang disebut sebagai upaya perbaikan sampai saat ini belum ada tindak lanjutnya. Tuntutan kesejahteraan guru sering dianggap sebagai ungkapan ketidakikhlasan dalam mendidik. Padahal sebutan pahlawan tanpa tanda jasa sudah dianggap tidak relevan di zaman yang serba cepat dan mahal ini.

Pidato pak menteri di halaman pertama ini sangat menyentuh, seandainya beliau pernah menjadi guru dan mengajar di kelas. Kurikulum tidak mengekang karena bisa diterjemahkan dengan bahasa guru melalui KTSP. Tugas administratif bukan tidak jelas asal dikerjakan dengan pemahaman untuk melakukan pembelajaran secara testruktur. 

Barangkali jika ingin mengurangi beban kerja guru bisa dimulai dengan menghargai jam kerja guru yang berbeda dengan profesi lain, jangan berpatokan pada linieritas karena kemampuan guru yang multi, mengurangi jumlah peserta didik menjadi paling banyak 25 orang dalam satu kelas, penyederhanaan struktur RPP yang lebih bersifat teknis keseharian berupa jurnal, misalnya. 

Guru tidak akan frustasi selama tahu bagaimana melakukan kolaborsi lintas mapel sehingga memperkaya pengetahuan dan kemampuan peserta didik. Terkadang yang ditemui materi yang kurang memungkinkan untuk melakukan kolaborasi. Tematik secara benar barangkali bisa menyelesaikan masalah ini sehingga memudahkan beberapa mapel untuk mengerjakan proyek bersama


Pidato Menteri Pendidikan dan Kebudayaan halaman 1

Halaman kedua dari pidato pak menteri isinya tentang memerdekakan belajar. Guru diminta untuk mengambil langkah bukan menunggu. Statement ini barangkali beliau peroleh dari pengalaman ketika mengenyam pendidikan dasar di indonesia dengan membandingkan ketika beliau bersekolah di Singapura.  Sebuah kelas yang memberi kesempatan peserta didik untuk aktif dan kreatif. 

Barangkali saya termasuk beruntung karena merasakan semua yang beliau gagas saat saya sekolah dulu. Diskusi di kelas, menyampaikan pendapat, peer teaching (tutor sebaya), melakukan kegiatan kebersihan bersama setiap hari dan setiap minggu. Ketika menjadi guru, setiap peserta didik digali bakat dan minatnya dan sesama guru saling bantu salah satunya dalam kegiatan MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran). Bagian murid menjadi guru? Kami bahkan belajar dari murid karena mereka terkadang lebih banyak tahu untuk hal-hal baru.

Pidato pak menteri halaman 2

Guru sudah bergerak sejak dulu. Kami menunggu sesuatu yang baru dari pak menteri ini.

Comments

Popular Posts