Chapter 3 - Rindu yang Terbayar
Sambil menunggu kawan
saya datang, saya sempat mengabadikan kemegahan Hotel Niagara yang tampak
sangat cantik di pagi hari. Waktu menunjukkan pukul 05.30, namun suasana sudah
cerah, mempertegas lekuk bangunan hotel yang anggun. Saya memang penyuka segala
sesuatu yang klasik dan antik.
![]() |
Hotel Niagara |
Setiba di rumahnya
yang bergaya klasik, ia menyerahkan Azky kepada ibunya, dan kami pun langsung
berpelukan. Pelukan yang meluruhkan rasa rindu setelah bertahun-tahun tidak
berjumpa. Kami segera larut dalam percakapan, dan saya memberikan oleh-oleh
pesanannya: gemblong dan roti gambang khas Bogor. Secangkir teh panas dan
sepiring ubi goreng menjadi saksi hangatnya pagi itu, ketika kami mulai
merencanakan tujuan pertama hari ini: tentu saja, kampus UB!
Setelah mandi dan
menyegarkan diri, saya kira ubi goreng adalah menu sarapan pagi itu. Ternyata,
masih ada kejutan lain. Teman saya memang piawai memasak dan membuat kue. Ia
menyajikan puding karamel dengan rasa pahit karamel yang pas—sempurna bagi
penyuka kopi seperti saya. Satu, dua, tiga sendok besar langsung habis masuk
perut. Kalau saja kami tidak merencanakan mampir ke warung Asih dekat Stasiun
Lawang untuk menyantap krengsengan khas Malang, saya pasti akan tambah lagi.
![]() |
krengsengan daging |
Karena ini masa
liburan panjang, suami teman saya, Mas Didik, memperkirakan akan ada kemacetan
parah di kota Malang. Maka, kami sepakat untuk berangkat agak sore. Sebelum
itu, kami mampir ke apotek untuk membeli amlodipine 5 mg karena kebetulan
persediaan saya habis, lalu singgah ke sebuah tempat untuk memesan kaus reuni
suami teman saya. Tak jauh dari sana, ada toko Teh Naga—merk teh hitam khas
Malang yang aromanya khas vanila. Saya dibelikan sekotak teh sebagai oleh-oleh.
Saya juga membeli kue kecil khas Tulungagung bernama kue kecik, terbuat
dari tepung ketan, yang ternyata cocok sebagai teman minum kopi.
![]() |
Saya dan Naya |
Kami sempat
tertawa-tawa saat memilih ukuran kaus. Saya yang percaya diri dengan ukuran XL
akhirnya harus mengalah memilih XXL, sedangkan kawan saya ingin yang lebih longgar ukuran XXXL!
Puas dengan pesanan kaus yang akan selesai esok hari, kami pulang untuk beristirahat. Saya akhirnya berjumpa dengan anak-anak lelaki kawan saya: Byan, si sulung, sudah menikah dengan Dini; Danang, anak ketiga, tahun depan insya Allah lulus dari Universitas Negeri Malang; dan Fariz, si bungsu, baru lulus SMK. Adit, anak kedua, kebetulan sedang tidak di rumah karena bekerja di Mataram. Anak-anak yang saleh dan tutur katanya halus seperti ayahnya. Teman saya yang dulu pendiam, kini menjadi yang paling cerewet di antara mereka.
Comments